Sekali Lagi tentang Carbon Tax

AKHIR minggu lalu saya diundang untuk menghadiri sebuah diskusi tentang mencari sumber pembiayaan bagi pengembangan infrastruktur dalam keadaan krisis finansial global dewasa ini. Peserta diskusi mewakili sektor perbankan,sektor riil,dan beberapa jurnalis. Diskusi diawali dengan kata pengantar oleh Bambang Susantono,Deputi Menko Perekonomian Bidang Pengembangan Prasarana, yang intinya pembangunan infrastruktur diperlukan saat ini untuk memacu perekonomian domestik sebagai kompensasi menurunnya potensi ekspor sebagai penggerak ekonomi. Pernyataan tersebut perlu digarisbawahi karena umumnya dalam keadaan krisis justru muncul kecenderungan orang untuk berhemat sebanyak mungkin.Namun,sebagaimana saya ungkapkan dalam tulisan saya pekan lalu,pengalaman resesi di Malaysia dan krisis Asia yang melanda Korea Selatan (Korsel) justru direspons dengan pembangunan prasarana besarbesaran. Krisis yang terjadi di Malaysia pada 1986 direspons antara lain dengan pembangunan jalan tol Utara Selatan (North South Highway) yang menghubungkan Johor Baru dengan Trengganu.SementaraituKorselmembangunjalantol dan pelabuhan udara Incheon. Dengan pembangunan tersebut, kedua negara memperoleh stimulasi yang besar selama krisis dan setelah selesai krisis mereka dapat segera menikmati prasarana yang baru. Saat ini,Indonesia sedang giat-giatnya melakukan pembangunan berbagai prasarana seperti Banjir Kanal Timur, pembangunan jalan tol Kanci– Pejagan, Kebon Jeruk– Penjaringan (W1), tol bandara. Banyak kecenderungan pembangunan prasarana akan mengalami gangguan dengan adanya krisis. Namun, sebagaimana dikemukakan Deputi Menko tersebut di atas,pembangunan seperti itu harus terus dilakukan. Yang harus dipermasalahkan adalah bagaimana pembiayaannya? Dalam keadaan normal, pembiayaan prasarana semacam ini menjadi bidang garap dunia perbankan Indonesia. Sesudah pembangunan jalan selesai, pembiayaan bisa dilanjutkan dengan pengeluaran obligasi yang dipakai untuk melunasi pinjaman dari bank sehingga kemudian pinjaman bank bisa dipergunakan untuk pembiayaan ruas yang baru dan seterusnya. Dalam kaitan di Indonesia, yang menjadi permasalahan adalah pembebasan tanah.Oleh karena itu,patut disyukuri bahwa pembebasan tanah di jalan tol Kanci–Pejagan, diikuti Pejagan– Pemalang berjalan lebih cepat. Bahkan untuk ruas Kanci–Pejagan, konstruksinya sudah dimulai. Dalam keadaan likuiditas yang ketat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, mencari sumber pembiayaan menjadi lebih sulit. Namun, untuk pembiayaan proyek yang sedang berjalan, umumnya bankbank pemberi kredit akan tetap menghormati komitmennya. Kalaupun ada permasalahan, hal itu tentu bisa dibicarakan. Namun dalam kaitan semacam ini, peran pemerintah memang sangat diharapkan memberikan confidence yang baru kepada pihak perbankan yang mengeluarkan pembiayaan. Bagaimanapun pembangunan prasarana semacam itu tidak hanya bersifat komersial, tetapi juga sebagai sarana untuk publik yang awalnya menjadi domain pemerintah. Pembangunan prasarana semacam ini memang memerlukan public–private partnership. Dalam keadaan normal, private memperoleh garis tebal. Namun, dalam keadaan krisis, public (dalam hal ini pemerintah) harus memainkan peran yang lebih konstruktif. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu,pemerintah diharapkan memainkan peran yang lebih besar, termasuk dalam bantuan pembiayaannya.Tetapi pertanyaannya, dari mana sumber pembiayaan tersebut? Pengembangan Carbon Tax Di Amerika Serikat (AS), penjualan bensin dikenai pajak oleh pemerintah. Sebagian pajak tersebut dipergunakan untuk membantu pembangunan jalan raya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Bantuan Pengembangan Jalan Raya yang mulai diundangkan tahun 1956. Di antaranya dengan sumber keuangan tersebut AS bisa mengembangkan jalan bebas hambatan antarnegara bagian yang sangat masif. Eropa lebih agresif lagi dalam pengenaan pajak karbonnya. Pada suatu ketika, saya menandai bahwa harga bensin di Eropa tiga kali lebih mahal dibandingkan dengan di AS. Sementara itu harga bensin di AS dua kali lipat lebih mahal dari di Indonesia. Perbedaan ini sepenuhnya disebabkan oleh pajak karbon yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Selain untuk pembiayaan pembangunan jalan raya,pajak karbon tersebut,sesuai namanya, dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi karbon (BBM) dan uang yang diperolehnya juga untuk pengembangan kebijakan yang mendukung lingkungan. Sebagai akibatnya, mobil yang sangat laris di Eropa adalah yang hemat BBM, terutama yang kapasitas silindernya kecil. Pajak karbon tersebut bisa juga diterapkan di Indonesia. Pada waktu saya sampaikan hal itu, ada wartawan yang bertanya, apakah ini berarti harus menaikkan harga BBM lagi? Jawabannya adalah tidak. Ini bisa terjadi jika harga minyak dunia berada pada level di bawah harga penetapan BBM yang terakhir, yaitu harga bensin sebesar Rp6.000 per liter. Jika benar bahwa harga penetapan tersebut didasarkan pada harga minyak dunia sebesar USD76 per barel, sedangkan nilai tukar berada di sekitar Rp9.100,saat ini yang perlu dihitung adalah dampak nilai tukarnya. Sementara itu,harga minyak dunia sudah berada di bawah harga patokannya. Jika dari harga minyak dunia serta nilai tukar yang ada saat ini menghasilkan harga bensin, misalnya Rp5.000, selisih harga tersebut dengan harga resmi sebesar Rp1.000 bisa diperhitungkan sebagai carbon tax.Ini berarti harga BBM saat ini sebesar Rp6.000 tidak perlu diturunkan terlebih dahulu. Baru jika harga perhitungan menurun lebih lanjut, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mengubahnya. Bahkan sempat ada yang mengusulkan untuk melakukan pengambangan harga sesuai dengan harga pasar sebagaimana dilakukan Pemerintah Megawati pada 2002, yaitu didasarkan atas harga MOPS (Mid Oil Platt Singapore) ditambah variabel tertentu. Dewasa ini subsidi diberikan untuk sejumlah 40 juta kiloliter. Ini berarti sejumlah 40 miliar liter. Dengan pajak karbon sebesar Rp1.000 per liter, misalnya, dapat diperoleh penerimaan sebesar Rp40 triliun setahunnya. Jumlah ini hampir sama dengan seluruh anggaran modal untuk pembangunan yang berjumlah Rp61 triliun. Krisis kadang-kadang memberi kesempatan kepada kita untuk berpikir out of the box.Rasanya inilah saatnya melakukan hal itu.(*) CYRILLUS HARINOWO Rektor ABFII Perbanas

Posted in Labels: , |

0 comments:

Yahoo! Web Hosting - Build a great web site with our easy-to-use tools Your Ad Here

Online Payment

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.