Didenda Rp 25 Miliar, Telkomsel Belum Respon
Posted On 21 Juni 2008 at 23.51
JAKARTA, JUMAT - PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak menanggapi putusan Majelis Komisi yang mengharuskannya membayar denda sebesar Rp 25 Miliar karena terbukti melakukan praktik kartel bisnis short message service (SMS).Kuasa Hukum Telkomsel, Ignatius Andy, mengatakan, pihaknya akan memastikannya setelah mendapat hasil putusan tertulis yang lengkap dari Majelis Komisi. "Masih tunggu hasil putusan tertulisnya. Sampai saat ini kami belum terima. Kami kan butuh melihat isinya secara lengkap dan mempelajarinya dulu," ujar Ignatius saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/6).
Secara umum, Ignatius mengatakan, saat ini pihaknya menolak keputusan Majelis Komisi yang diketuai Dedie S Martadisastra. Perjanjian yang telah dilakukan kliennya dengan perusahaan operator lain tidak dapat digolongkan praktik kartel, namun perjanjian interkoneksi antaroperator. Perjanjian seperti itu dianggap wajar dalam sebuah bisnis.
Meskipun ada perjanjian tersebut, Ignatius menuturkan para konsumen tetap diberi pilihan menggunakan jasa operator yang mana. Selain itu, tarif SMS sebesar Rp 250 yang ditetapkan tersebut sesuai dengan harga pasar. "Tarif tersebut dianggap masih murah dan menguntungkan konsumen," ujarnya. Perjanjian interkoneksi antarperusahaan operator, jelasnya, dimaksudkan juga agar ada aturan main soal tarif SMS. Jika ini tidak terjadi dan salah satu perusahaan menguasai bisnis SMS tersebut dikhawatirkan akan mengganggu koneksi. "Kalau banyak SMS yang dipakai. Kalau dipaksa sewenang-wenang, kapasitas yang ada tidak akan menampung kuota," ujarnya. Dibanding keuntungan yang diperoleh Telkomsel dalam waktu empat tahun dengan adanya perjanjian interkoneksi yang nilainya lebih dari Rp 2,8 triliun, sanksi denda terhadap Telkomsel senilai Rp 25 miliar terhitung kecil. Ditanya komentarnya soal itu, Ignatius mengatakan, harusnya kliennya tidak dijatuhi hukuman karena memang tidak bersalah sebagaimana diputuskan Majelis Komisi. "Harusnya tidak dihukum apa-apa. Semua tidak sesuai dengan bukti dan fakta hukum yang ada," ujarnya. Persda Network/Heroe Baskoro
Secara umum, Ignatius mengatakan, saat ini pihaknya menolak keputusan Majelis Komisi yang diketuai Dedie S Martadisastra. Perjanjian yang telah dilakukan kliennya dengan perusahaan operator lain tidak dapat digolongkan praktik kartel, namun perjanjian interkoneksi antaroperator. Perjanjian seperti itu dianggap wajar dalam sebuah bisnis.
Meskipun ada perjanjian tersebut, Ignatius menuturkan para konsumen tetap diberi pilihan menggunakan jasa operator yang mana. Selain itu, tarif SMS sebesar Rp 250 yang ditetapkan tersebut sesuai dengan harga pasar. "Tarif tersebut dianggap masih murah dan menguntungkan konsumen," ujarnya. Perjanjian interkoneksi antarperusahaan operator, jelasnya, dimaksudkan juga agar ada aturan main soal tarif SMS. Jika ini tidak terjadi dan salah satu perusahaan menguasai bisnis SMS tersebut dikhawatirkan akan mengganggu koneksi. "Kalau banyak SMS yang dipakai. Kalau dipaksa sewenang-wenang, kapasitas yang ada tidak akan menampung kuota," ujarnya. Dibanding keuntungan yang diperoleh Telkomsel dalam waktu empat tahun dengan adanya perjanjian interkoneksi yang nilainya lebih dari Rp 2,8 triliun, sanksi denda terhadap Telkomsel senilai Rp 25 miliar terhitung kecil. Ditanya komentarnya soal itu, Ignatius mengatakan, harusnya kliennya tidak dijatuhi hukuman karena memang tidak bersalah sebagaimana diputuskan Majelis Komisi. "Harusnya tidak dihukum apa-apa. Semua tidak sesuai dengan bukti dan fakta hukum yang ada," ujarnya. Persda Network/Heroe Baskoro