Sekitar 94 Persen Pasar Beras Jabar Dikuasai Pihak Swasta

BANDUNG, KAMIS - Dari total produksi beras di Jawa Barat sekitar 6 juta ton, Bulog hanya mampu menyerap 350.000 ton beras atau sekitar 6 persen. Akibatnya, sekitar 96 persen pasar beras di Jawa Barat dikuasai pengusaha swasta. Demikian diungkapkan Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Barat Entang Sastraatmadja, Kamis (8/5) di Bandung. "Situasi inilah yang menyebabkan kenaikan harga pembelian beras pada awal Maret lalu tidak berpengaruh pada kesejahteraan petani," kata dia. Menurut Entang, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) seharusnya berlaku pada gabah dan tidak pada beras karena sebagian besar petani hanya menguasai pasar gabah. Sedangkan, pasar beras justru dikuasai oleh para pengusaha swasta. "Sebagian besar petani langsung menjual gabah kepada pengusaha, karena itu mereka tidak menikmati keuntungan tingginya harga beras," ujarnya. Entang mengungkapkan, berdasarkan survei di daerah Karawang, biaya produksi tiap satu kilogram gabah sebesar Rp 1.600. Dengan biaya produksi ini, petani hanya menikmati keuntungan penjualan gabah kering panen sebesar Rp 6.00 per kilogram karena harga gabah kering panen sebesar Rp 2.200 per kilogram Sedangkan pengusaha atau penjual beras akan memperoleh penghasilan lebih karena harga beras berdasarkan HPP baru mencapai Rp 4.300. Mereka mendapatkan keuntungan lebih besar sekitar Rp 2.100 per kilogram, ungkap Entang. Situasi inilah yang menyebabkan keuntungan produksi gabah dan beras tidak dapat dinikmati para petani karena pasar beras hanya dikuasai para pengusaha. Untuk mengatasi hal ini, menurut Entang, pemerintah harus mengarahkan para petani untuk mengembangkan industri pedesaan agar petani mendapatkan nilai tambah dari produksinya. Jawa Barat sebenarnya memiliki potensi besar karena mampu menyumbang 18 persen kebutuhan beras nasional. Prestasi ini harus dipertahankan. Gubernur yang baru harus mampu berpihak pada petani. "Langkah ini tidak akan berhasil hanya dengan menumpukan beban pada Bulog, melainkan harus melibatkan semua pihak," tegas Endang. Biaya produksi tinggi Beban produksi pertanian terbukti membebani para petani. Dalam setahun, Entok, petani di Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong, Bandung membayar Rp 1,8 juta untuk menyewa tiga kotak lahan milik sebuah perusahaan. Biaya sewa itu ia bayar setelah masa panen tiba. Panen dua bulan lalu menghasilkan sekitar 1 ton gabah dengan harga Rp 2.500. Harga ini lumayan bagus, padahal waktu itu belum ada penetapan harga baru, kata Entok. Hasil panen sekitar Rp 2,5 juta itu digunakan Entok untuk menutup modal biaya produksi , seperti membeli pupuk, membeli benih, dan membayar tukang bajak sawah. Total biaya produksi sekitar Rp 750.000, sisanya Rp 150.000 untuk cicilan biaya sewa lahan, ujar Entok. Selama 3,5 bulan Entok menanti masa panen, ia akhirnya hanya mendapatkan pendapatan akhir sekitar Rp 1,6 juta. Dengan demikian, pendapatan Entok dalam sebulan hanya berkisar Rp 457.000.

Posted in Labels: , |

0 comments:

Yahoo! Web Hosting - Build a great web site with our easy-to-use tools Your Ad Here

Online Payment

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.