Refleksi 100 Tahun Kebangkitan Nasional, Asing Kuasai Pasar Modal

Oleh Arinto TW dan Karidun Pardosi JAKARTA, Investor Daily-Sektor finansial kembali bangkit setelah 10 tahun lalu terperosok dalam krisis multidimensi. Kebangkitan itu juga terlihat di sektor pasar modal. Sayangnya, minat investor lokal berinvestasi pada pasar modal masih rendah. Sebaliknya, investor asing meraup untung besar dan mendominasi transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Melihat ketimpangan tersebut, bila investor asing tiba-tiba hengkang, indeks harga saham gabungan (IHSG) hampir dapat dipastikan anjlok. Ketika investor asing kembali masuk ke pasar, pemodal dalam negeri beramai-ramai mengikutinya. Sebaliknya, bila mereka keluar, investor Indonesia bertambah panik dan buru-buru melepas saham. Hal tersebut terbukti ketika masalah subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) merebak hingga saat ini. Bahkan, indeks pernah terpuruk hingga 191,36 poin (7,7%) pada 22 Januari 2008. Meski gejolak pasar juga melanda bursa global, penurunan indeks Indonesia anjlok paling dalam karena kepanikan berlebihan dari investor lokal. Sejak akhir Desember 2007 hingga 14 Mei 2008, indeks sudah terkoreksi 10, 36%. Per April 2008, data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, total aset pemodal asing yang tercatat di The Central Depository and Book Entry Settlement System (C-BEST) mencapai Rp 683,48 triliun. Jumlah itu merepresentasikan sekitar 58,1% dari jumlah aset pada C-BEST sebesar Rp 1.175,44 triliun. Sementara itu, nilai aset pemodal lokal tercatat Rp 491,95 triliun atau 41,8%. Kondisi ini jauh berbeda dengan Malaysia. Dalam satu dekade terakhir, transaksi saham di bursa negara itu justru didominasi lokal. Selama 1998-2007, rata-rata transaksi lokal mencapai 71%. Di Malaysia, partisipasi pemodal lokal terbesar sempat mencapai 83% pada 1999 dan terendah pada 2005 yang hanya 63% dari total transaksi. Jumlah perusahaan baru yang masuk bursa naik 34,1% dari 736 pada 1998 menjadi 987 tahun 2007. Keikutsertaan investor lokal di negeri jiran itu ditopang kebijakan pemerintah, otoritas pasar modal, dan otoritas bursa. Dibandingkan bursa Singapura, Indonesia jauh tertinggal, baik dari basis investor lokal maupun total perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) saham. Di negeri pulau itu, pemodal ritel aktif telah melampaui 1 juta orang. Sebaliknya, pemodal ritel di Indonesia hanya 400 ribu dari jumlah penduduk lebih dari 225 juta. Padahal, otoritas bursa menargetkan 2 juta hingga akhir 2009. Hingga 15 Mei 2008, jumlah emiten yang tercatat di BEI baru 394 dan ditargetkan naik menjadi 416 perusahaan hingga akhir tahun. Tahun ini, BEI menargetkan 30 emiten baru. Hingga pertengahan Mei 2008, baru delapan yang sudah masuk bursa. Melihat perkembangan tersebut, Indonesia lebih pas disejajarkan dengan bursa Vietnam yang baru berdiri beberapa tahun. Berbeda dengan bursa saham, transaksi perdagangan surat utang negara (SUN) dan obligasi di pasar sekunder, pemodal lokal justru mendominasi. Kepemilikan asing di SUN hanya Rp 80 triliun dari total outstanding yang diperdagangkan sekitar Rp 486 triliun. Tak Perlu Khawatir Chief Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai, dominasi asing sebagai penggerak pasar saham tidak perlu dikhawatirkan. Pemodal domestik justru bisa memanfaatkan mereka guna meningkatkan investasi. Fauzi juga melihat pemodal lokal cenderung mengikuti aktivitas transaksi asing. Minimnya informasi dan dukungan riset menjadi salah satu alasan kurang atraktifnya pemodal domestik. “Pemodal lokal kurang memiliki inisiatif, sehingga cenderung berinvestasi jangka pendek,” tegas dia. Menurut Fauzi, pemodal asing lebih berorientasi jangka panjang. Mereka masuk ke pasar dengan memperhitungkan aspek fundamental ekonomi Indonesia dan perusahaan. Sebaliknya, pemodal lokal cenderung berspekulasi, kecuali ketika membeli produk reksa dana. Pelaku aktif yang mengalokasikan dana adalah manajer investasi. Pengusaha nasional yang memiliki jaringan kuat justru lebih tergiur berinvestasi pada pembelian aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kebun kelapa sawit, dan konsesi pertambangan. Pengamat pasar modal Muhammad Karim berpendapat, dominasi asing tidak bermasalah sepanjang pemerintah konsisten memperbaiki makro ekonomi dan kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) guna menyehatkan APBN. “Dominasi mereka tidak bisa dihindari karena dampak globalisasi pada jasa keuangan,” tegas dia. Namun, pemerintah dan seluruh pelaku pasar modal perlu meningkatkan basis pemodal domestik dengan mengedukasi masyarakat secara intensif. Sebagian besar masyarakat tergolong saving driven, bukan investment driven. “Jadi, paradigma ini perlu diubah, sehingga sejajar dengan bursa negara-negara lain,” imbuh dia. Direktur Utama Merril Lynch Indonesia Lily Wijaya menilai, komposisi investor domestik saat ini sudah bagus. Hal itu tercermin pada kemampuan pemodal lokal mengimbangi transaksi asing. ”Nilai transaksi domestik meningkat tajam dan hampir menyamai transaksi asing belakangan ini,” kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (15/5). Lily sependapat mengenai perlunya mendorong basis investor domestik. Semua pihak harus menciptakan kondisi yang lebih baik, sehingga mampu menambah pemodal domestik. Iklim Kondusif Menurut Lily, peranan regulator sangat penting dalam membenahi peraturan untuk menciptakan kondisi kondusif bagi pasar modal. Dari sisi emiten, implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate government (GCG) dan fundamental bisnis harus terus ditingkatkan. Hal itu dapat menumbuhkan kepercayaan investor lokal. Direktur Utama BEI) Erry Firmansyah optimistis, pasar modal terus tumbuh pesat ke depan. BEI pun terus berupaya meningkatkan kepercayaan investor atas iklim investasi. “Pada April 2008, ekuitas tumbuh hingga Rp 1,46 triliun. Padahal, dana sempat turun Rp 2,68 triliun pada Maret 2008. Ini mencerminkan, pertumbuhan positif bagi pasar modal,” kata dia. Ketua Masyarakat Investor Indonesia (Misi) ND Murdani menilai, rendahnya aset lokal dibandingkan asing lebih disebabkan pasar modal Indonesia baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu terlihat dari banyaknya investor yang ikut menanamkan dana dalam 2-3 tahun terakhir. “Dominasi tersebut sebenarnya berdampak positif terhadap perusahaan dan pemerintah,” jelas dia. Sementara itu, Direktur Utama Dana Pensiun Telkom Eddy Praptono mengatakan, upaya menambah aset lokal butuh proses yang bertahap. Apalagi, sebagian besar modal yang ditanamkan bersifat jangka panjang. Selain itu, pemodal lokal belum seluruhnya terbiasa berinvestasi di pasar saham dan baru melirik pasar modal sejak 2004. Dia mengakui, dana pensiun umumnya mengalokasikan dana pada sejumlah saham untuk investasi jangka panjang. Tapi, mereka perlu waktu panjang dan proses pemahaman yang cukup lama, sehingga memanfaatkan pasar modal sebagai salah satu alternatif investasi yang menguntungkan. (c08/shd/c119)

Posted in Labels: , , |

0 comments:

Yahoo! Web Hosting - Build a great web site with our easy-to-use tools Your Ad Here

Online Payment

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.