Penjualan Ritel Naik 20%, Masyarakat Urban Pilih Pasar Modern
Posted On 25 Mei 2008 at 02.36
Oleh Nur Afni Fiazia
JAKARTA, Investor Daily-Perkembangan ritel modern di Indonesia masih prospektif, seiring adanya perubahan gaya hidup masyarakat urban dalam berbelanja. Kini, masyarakat urban mulai memilih ke pasar ritel modern ketimbang toko tradisional. Frekuensi belanja konsumen ke hipermarket dan supermarket pun tak berubah, yakni rata-rata 2-3 kali sebulan. Hal itu terungkap dari hasil riset Nielsen Indonesia pada 2007 yang menunjukkan peralihan tren belanja konsumen Indonesia dari toko tradisional ke ritel modern. Bahkan, kunjungan konsumen ke minimarket naik dari lima kali menjadi tujuh kali sebulan. Untuk produk kebutuhan pribadi (personal care), konsumen Indonesia cenderung membeli di hipermarket dibandingkan toko tradisional. “Itu merupakan bagian dari gaya hidup. Mereka membeli produk personal care di hipermarket dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan bulanan,” jelas Yongky Surya Susilo, direktur retailer service Nielsen Indonesia, di Jakarta, Jumat (23/5). Namun, peritel modern harus kerja ekstra keras untuk menggaet konsumen agar membeli produk makanan segar seperti sayur, daging, ikan, dan ayam. “Orang Indonesia masih menyukai hal yang benar-benar fresh sehingga mereka lebih memilih belanja di pasar tradisional dibandingkan ritel modern. Untuk produk buah-buahan, ada kecenderungan konsumen mulai berpindah ke supermarket,” kata Yongky.
Fenomena menarik lainnya terkait gaya belanja konsumen Indonesia adalah pertumbuhan belanja di vegetable vendor (gerobak sayur) yang naik dari 19 kali pada 2006 menjadi 23 kali pada 2007. “Itu karena konsumen semakin mementingkan efektivitas waktu, belanja di vegetable vendor bisa dilakukan di depan rumah. Konsumen juga dapat memesan produk yang diinginkan lewat short message service (SMS) kepada penjual,” kata Yongky. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin Mailool mengakui, peritel memang harus bekerja keras, kreatif, dan efisien. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 28,7% diprediksi bakal menurunkan penjualan ritel modern sebesar 10-15%. “Dampak kenaikan harga BBM terhadap harga di tingkat peritel, menurut hitung-hitungan kami, adalah sekitar seperempat dari kenaikan harga BBM yaitu sebesar 7,5%. Itu akan berdampak pada penurunan volume penjualan dua kali lipat kenaikan harga,” kata dia. Dia mengakui, dampak kenaikan harga BBM bersifat multidimensi secara menyeluruh kepada pelaku bisnis. “Yang paling kena mungkin industri manufaktur karena ada penurunan daya beli masyarakat,” jelas . Tapi industri ritel bukan berarti resisten terhadap kenaikan tersebut,” kata Benjamin.
Penjualan Naik 20%
Selama tiga bulan pertama 2008, penjualan sektor ritel pun meningkat 20%, yakni 24,8% untuk ritel modern dan 16,9% toko tradisional. “Minimarket dan hipermarket merupakan dua format ritel modern yang akan memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ritel modern di Indonesia ke depan,” ujar Yongky. Kenaikan harga yang mencapai 13,6% selama kuartal pertama tahun ini ikut memicu peningkatan penjualan. Di ritel modern, kenaikan harga rata-rata berkisar 9,6%, sedangkan di toko tradisional kenaikannya mencapai 16%. Tingginya kenaikan harga di toko tradisional ini akibat ketidakefisienan rantai distribusi ritel tersebut. “Rantai distribusi di ritel modern lebih efisien dari produsen langsung ke peritel. Ini menghemat biaya. Ritel modern juga sering melakukan program promosi untuk mendongkrak penjualan sehingga kenaikan harga dapat ditekan,” ujar Yongky. Selama Januari-Maret 2008, harga minyak goreng dalam kemasan naik sebesar 50%, mie instant sebesar 29%, dan produk susu 18%. Di sisi lain, volume penjualan minyak goreng meningkat 42%, mie instant 8%, dan produk susu 2,5%. Nielsen Indonesia melakukan survei terhadap 54 jenis barang konsumsi yang penjualannya cepat (hard selling) di sembilan kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Dalam empat tahun terakhir, penjualan sektor ritel ke-54 jenis produk itu selalu tumbuh dua digit. Pada 2004, penjualan tumbuh sekitar 13,8%, tahun 2005 sebesar 17,7%. ”Pada 2006 naik 14,3% dan tahun lalu meningkat 15,2% menjadi Rp 77,71 triliun,” jelas Yongky.
Tahun lalu, pertumbuhan tertinggi terjadi pada format ritel minimarket yang mencapai 36% dibandingkan 2006. Hal itu terjadi karena jaringan minimarket nasional ekspansi besar-besaran, baik di pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Sementara itu, pertumbuhan penjualan di hipermarket naik 22,6% dan supermarket hanya 5,5%. “Tren kenaikan penjualan hipermarket lebih rendah dibandingkan 2006 yang mencapai 42,6%. Itu karena ekspansi toko hipermarket pada 2007 terlambat. Umumnya, mereka membuka gerai baru pada kuartal keempat 2007,” tutur Yongky. ***