Siapa Layak Jadi Dewan Gubernur BI?

DITOLAKNYA dua calon Gubernur Bank Indonesia (BI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu menorehkan sejarah baru bagi BI. Penolakan dilakukan karena kedua calon dianggap belum memenuhi persyaratan sebagai Gubernur BI, terutama terkait keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi moneter. Selain gubernur yang berakhir masa jabatannya pada Mei 2008, ada seorang anggota Dewan Gubernur BI (Hartadi Sarwono) yang berakhir masa jabatannya pada Juni 2008. Bagaimanakah sebenarnya persyaratan menjadi anggota Dewan Gubernur BI menurut ketentuan yang berlaku dan pengalaman negara lain? Keberadaan BI pertama kali diatur dalam penjelasan Pasal 23 UUD 1945. Penjelasan itu menyatakan bahwa kedudukan BI, yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang (UU). Tugas ini sebagai kelanjutan tugas bank sirkulasi yang sebelumnya dilaksanakan Javasche Bank. Selanjutnya, dalam UUD 45 yang sudah diamendemen empat kali, eksistensi BI diatur melalui Pasal 23 B yang menetapkan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU. Kemudian, UU No 23/1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU No 3/2004 menyebutkan, BI adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain (Pasal 4). Tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Tujuan ini sangat luas karena memiliki aspek internal dan eksternal. Aspek internal yaitu kestabilan harga barang dan jasa seperti tecermin pada angka inflasi, sedangkan aspek eksternal tecermin pada kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain. Tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah ini tidak mungkin dilakukan BI sendiri. Karena itu, Pasal 7 ayat (2) mewajibkan BI untuk mempertimbangkan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian. Untuk mencapai tujuan itu, BI memiliki tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur serta mengawasi bank (Pasal 8). Ketiga tugas BI itu saling berkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Mengingat tugas berat itu, syarat menjadi anggota Dewan Gubernur BI menjadi sangat penting. Council dan Unilateral System Di berbagai negara, dalam hal kebijakan moneter dibedakan menjadi dua fungsi pokok, yaitu fungsi yang menetapkan kebijakan moneter (policy making body) dan fungsi melaksanakan kebijakan moneter (executive body). Bo Yung-chung dari Research Department Bank of Korea dalam makalahnya, Central Bank Organization, yang disampaikan pada SEANZA Central Banking Course (1992), menyatakan, sebagian besar negara menggunakan council system (sistem dewan) dalam penetapan kebijakan moneter (policy making). Dewan dapat terdiri atas gubernur, deputi gubernur, dan para direktur. Adakalanya menteri keuangan atau wakil pemerintah juga duduk dalam dewan ini. Di Kanada, misalnya, policy making body terdiri atas gubernur bank sentral, deputi gubernur senior, deputi menteri keuangan dan dua belas direktur. Di Amerika Serikat (AS), penetapan kebijakan ditetapkan oleh Board of Governors of Federal Reserve System yang terdiri atas tujuh direktur. Di Cile, Central Bank Council terdiri atas lima orang direktur. Saat memberlakukan UU No 13/1968 tentang Bank Sentral, Indonesia menggunakan sistem dewan, yaitu Dewan Moneter. Dewan ini beranggotakan menteri keuangan merangkap ketua, menteri yang membidangi ekonomi dan Gubernur BI. Keanggotaan ini cukup fleksibel, terlihat dari keanggotaannya yang berubah-ubah. Menteri koordinator ekonomi, keuangan dan pengawasan pembangunan serta menteri sekretaris negara, pernah menjadi anggota Dewan Moneter. Tugas Dewan Moneter adalah membantu pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Sementara BI hanyalah membantu pemerintah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, meningkatkan produksi, serta memperluas kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal 7). Sejak pemberlakuan UU No 23/1999, policy making body yang dulu di tangan Dewan Moneter, beralih kepada Dewan Gubernur BI yang beranggotakan gubernur, deputi gubernur senior dan para deputi gubernur (Pasal 8 jo Pasal 36,37). Peran BI menjadi lebih kuat karena posisinya tidak lagi membantu pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, tetapi menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Untuk pelaksana kebijakan moneter (executive body), sebagian besar negara menggunakan sistem unilateral, bukan sistem council (dewan) seperti Amerika (chairman of The Federal Reserve Boards), Inggris, Prancis, Korea, Selandia Baru, dan Cile dengan sebutan governor. Kendati demikian, ada juga negara yang memiliki sistem council ini, seperti Kanada (management committee) dan Jerman (direktorium). Penulis berpendapat, BI menggunakan sistem council, yaitu Dewan Gubernur BI yang terdiri atas gubernur, deputi gubernur senior dan para deputi gubernur. Menurut Bo Yung-chung, di banyak negara, kepala policy making body adalah juga kepala executive body. Anggota policy making body juga berpartisipasi dalam pelaksanaan kebijakan. Dengan demikian, persyaratan untuk memilih anggota policy making body sama dengan persyaratan executive body. Bo Yung-chung melihat, dalam memilih anggota policy making body, dipersyaratkan adanya perwakilan dari industri dan regional. Sementara sebagian negara mensyaratkan adanya keahlian di bidang keuangan dan perbankan. AS, misalnya, memilih anggota yang mewakili industri keuangan, pertanian, manufaktur, perdagangan, dan mewakili regional. Di Jerman dipersyaratkan adanya keahlian di bidang keuangan dan perbankan. Di Inggris dipilih dua belas orang non-executive director yang mewakili perdagangan, industri, akademisi, dan buruh. Di Prancis, dari sepuluh direktur, sembilan harus memiliki keahlian di bidang keuangan, perbankan atau ekonomi, dan satu orang mewakili pegawai bank sentral. Anggota Dewan Gubernur di Jepang berisi dua orang yang memiliki keahlian dan pengalaman pada lembaga keuangan lokal dan nasional. Dua orang lainnya harus memiliki keahlian dan pengalaman di bidang perdagangan dan industri atau pertanian, dan dua orang wakil pemerintah. Di Kanada dipilih anggota yang berasal dari berbagai jabatan. Di Korea, tujuh anggota Dewan Gubernur (selain gubernur dan menteri keuangan), satu orang dipilih atas rekomendasi deputi perdana menteri dan ketua badan perencanaan nasional. Dua orang ditunjuk menteri pertanian dan perikanan, dua orang ditunjuk menteri perdagangan dan industri, serta dua orang mewakili lembaga keuangan. Di Indonesia, persyaratan menjadi Gubernur BI, deputi gubernur senior dan deputi gubernur disamakan, yaitu warga negara Indonesia, memiliki integritas, akhlak dan moral yang tinggi, memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan atau hukum. Deputi gubernur sekurang-kurangnya empat orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang (Pasal 37 dan 41). Dengan demikian, anggota Dewan Gubernur minimal enam orang dan maksimal sembilan orang yang semuanya merupakan policy making body dan executive body. Tampaknya, persyaratan adanya berbagai keahlian yang dimiliki anggota Dewan Gubernur BI ini terkait dengan sistem dewan (council system) yang dianut UU, serta beratnya tugas BI. Dengan demikian, anggota Dewan Gubernur harus memiliki berbagai keahlian. Sekarang anggota Dewan Gubernur terdiri atas tujuh orang, yang sebagian besar memiliki keahlian di bidang ekonomi, terutama makro/ moneter, keuangan, dan perbankan. Tampaknya belum ada yang mewakili industri keuangan dan sektor riil, meski hal ini tidak diwajibkan UU. Di samping itu, belum ada yang memiliki keahlian di bidang hukum, seperti yang diperbolehkan UU BI. Bukankah pada 1950-an, bank sentral pernah memiliki gubernur bernama Mr Sjafrudin Prawiranegara yang bergelar sarjana hukum (master in the rechten). Adanya anggota Dewan Gubernur yang memiliki keahlian di bidang hukum memang tidak menjamin BI akan bebas dari masalah hukum seperti terbukti pada beberapa waktu lalu. Tetapi, apabila anggota Dewan Gubernur ada yang memiliki keahlian di bidang hukum, mungkin dapat mengurangi masalah hukum yang timbul, atau dapat memperkuat upaya mengatasi masalah hukum dengan lebih baik. Hal-hal seperti itu seharusnya menjadi perhatian Presiden pada saat mengusulkan setiap calon anggota Dewan Gubernur. Demikian juga seharusnya menjadi perhatian anggota DPR saat melakukan uji kelayakan. (*) Yunus Husein Kepala PPATK Catatan: tulisan ini merupakan pendapat pribadi

Posted in Labels: |

0 comments:

Yahoo! Web Hosting - Build a great web site with our easy-to-use tools Your Ad Here

Online Payment

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.