Memangkas Efek Bola Salju Indover
Posted On 30 November 2008 at 17.56
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati ka¬get bukan kepalang. Tak jelas dari mana juntrungannya, tiba-tiba pemerintah dikaitkan dengan keruwetan yang terjadi di Indonesische Overzeese Bank NV alias Bank Indover. ”Keterlibatan” pemerintah itu muncul dalam letter of comfort yang dikeluarkan Bank Indonesia pada 25 Februari 2008. Kabar buruk itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Boediono dalam rapat kerja bareng Menteri Ke¬uangan dengan Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu. Inilah kalimat yang membuat Ibu Menteri geregetan: ”The Letter of Support is and shall remain ¬valid and binding against Bank Indonesia and/or the government of Indonesia.”
Celakanya, ”surat kenyamanan” itu ternyata dimasukkan manajemen Indover ke klausul perjanjian untuk mendapatkan kredit sindikasi US$ 117,5 juta dari sembilan bank dan US$ 80 juta dari lima bank. ”Saya pun baru mengetahui hal itu,” kata Boediono. Boediono menegaskan, Bank Indonesia akan mengambil langkah hukum dan administratif menyangkut penerbitan, persetujuan, dan penggunaan surat tersebut. Sri Mulyani juga melaporkan masalah ini ke Kejaksaan Agung. Dua pekan terakhir, pemerintah, Bank Indonesia, dan Dewan memang dibuat repot oleh Indover. Bank komersial yang 100 persen sahamnya dimiliki Bank Indonesia ini bangkrut terserang krisis finansial global. Mereka gagal bayar atas kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo sebesar US$ 92 juta (US$ 67,5 juta plus 18 juta euro).
Pertemuan maraton itu berujung pada penyelamatan. Kamis lalu, Dewan merestui rencana penyelamatan Indover. Indonesia memang tak punya banyak waktu. Utang jangka pendek yang jatuh tempo harus ditutup. Jauh lebih penting dari itu, bank sentral tidak boleh memiliki saham di bank komersial. Tenggat bagi Bank Indonesia untuk melepaskan kepemilikannya di Indover adalah Januari 2009. Batas ini diberikan bank sentral Belanda setelah pengadilan Belanda membekukan Indover pada 7 Oktober. Krisis Indover serupa dengan lembaga keuangan lain: likuiditas yang se¬ret akibat krisis keuangan global. Apalagi neraca bank ini sangat tidak sehat. Separuh asetnya berupa surat berharga, 30 persen penempatan antarbank, dan 15 persen kredit korporasi. Sedangkan sumber dana sangat bergantung pada pasar uang dan penempatan dana dari bank induk—sampai saat ini tercatat 99 juta euro atau US$ 128 juta.
Struktur keuangan itu, menurut Bank Indonesia, menyebabkan Indover sangat rentan terhadap gejolak pasar uang dan sentimen global. Makanya, bank sentral Belanda bolak-balik minta suntikan modal karena keuangan Indover kerap kedodoran. Tapi permintaan tak bisa dipenuhi karena terbentur aturan. Undang-undang Bank Indonesia tak memungkinkan pemberian kredit kecuali dalam bentuk fasilitas pendanaan jangka pendek. Injeksi dana dalam bentuk penyertaan bisa dilakukan, tapi harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat.
Bukan kali ini saja Indover kolaps. Saat krisis moneter 1997, Indover juga hampir gulung tikar karena kredit macet. Saat itu, sebagian besar kredit disalurkan kepada perusahaan-per-usahaan di Indonesia. Bank sentral Belanda memberikan opsi penambahan modal atawa rekapitalisasi. Jika tidak, Indover akan dilikuidasi. Bank Indonesia dengan persetujuan bank sentral Belanda lantas menambah modal dalam bentuk pledge depo¬sit. Dengan skema ini, deposito Bank Indonesia yang ditempatkan di Indover di-pledge atau dijaminkan atas kredit seret (non-performing loan). Dengan demikian, Indover tak perlu lagi memisahkan kredit seret yang mengakibatkan rapornya merah. Indover tak perlu khawatir karena rapor merahnya tidak bakal kentara. Auditor memang menyatakan bank itu mendapatkan penilaian wajar tanpa syarat. Kuncinya, menurut sumber Tempo, adalah letter of comfort. Surat ”sakti” itu dikeluarkan Bank Indonesia sebagai pernyataan dukungan pemegang saham atas kegiatan Indover.
Surat itu khusus ditujukan kepada auditor untuk kepentingan opini audit. Bank Indonesia terakhir menerbitkan surat itu pada 5 Februari 2008. Sebelumnya, surat serupa diterbitkan pada 25 Februari 2004. Jadi, walaupun bukunya busuk, Indover tetap dianggap oke karena ada Bank Indonesia. ”Maka hasil auditnya bagus,” kata dia. Kepentingannya, agar investor mau masuk. Tapi, belakangan, Indover memanfaatkan letter of comfort untuk mendapatkan kredit sindikasi sebesar US$ 197,5 juta. Soal kinerja Indover yang buruk, sudah lama Badan Pemeriksa Keuangan mengendusnya. Hasil audit semester kedua 2006 menunjukkan kinerja Indover merosot sejak 2002 hingga 2006.
Pada 2002, Indover memang berhasil meraup untung 11,94 juta euro, tapi kemudian turun menjadi 1,53 juta euro pada 2003. Itu pun diperoleh bukan dari kegiata inti bank, tapi dari penjualan aset anak perusahaan. Mulai 2004, Indover merugi 2,74 juta euro. Kerugiannya membesar menjadi 3,8 juta euro pada 2005. Tahun berikutnya juga rugi. Dari sisi sumber dana, Indover masih sangat bergantung pada Bank Indonesia. Rating bank ini pun rendah, cuma B+. Ini berdampak pada kepercayaan investor. Alhasil, Indover harus membayar tingkat bunga yang tinggi atas dana yang diperolehnya dari pihak lain.
Toh, penyelamatan terhadap Indover telah diputuskan. Menurut Bank Indonesia, penghentian sementara kegiatan Indover karena default mulai mengganggu kelancaran transaksi keuangan dengan pihak luar negeri. Sebagian kewajiban Indover adalah dari pinjaman antarbank dari perbankan nasional. Dengan begitu, ada potensi masalah ini meluas ke perbankan nasional. Ringkasnya, kebangkrutan Indover menumbuhkan persepsi negatif pelaku pasar atas kredibilitas Bank Indonesia sebagai pemegang saham sekaligus otoritas moneter dan pengawas perbankan. Rating lembaga keuangan Indonesia dan sovereign rating Indonesia juga berpotensi turun. Buntutnya, premi credit default swap atau asuransi gagal bayar kredit atas semua pinjam¬an luar negeri Indonesia kian mahal. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan, Dradjad Wibowo, mengatakan penyelamatan Indover diputuskan setelah Dewan, pemerintah, dan Bank Indonesia sepakat menjaga ma-kroekonomi. Soal bentuk penangan¬annya akan dibicarakan nanti. Sejumlah ekonom mendukung langkah penyelamatan tersebut. Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom Danareksa Research Institute, khawatir, bila Indover kolaps, dunia akan memandang bank sentral tidak beres. Maka¬nya, kata ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ihsan, dalam konteks ini Indover jangan dilihat sebagai entitas sendiri, melainkan dalam kaitannya dengan Republik Indonesia.
Bank Indonesia sebetulnya telah mengusulkan tiga opsi penanganan, yang membutuhkan 546 juta euro (sekitar Rp 7 triliun) sebagai penambah¬an atau penyertaan modal. Langkah ini dianggap paling kredibel dari sudut pandang pasar untuk memperbaiki persepsi sovereign default yang telah menimpa Indonesia. Itu akan membuat Indover menjadi entitas yang bisa di¬kendalikan secara baik. ”Ini yang ingin kami lakukan,” kata Boediono. Tapi, kata Dradjad, Dewan meminta opsi lain di luar itu. Sebab, menurut dia, penambahan modal berisiko tinggi. Melihat neraca Indover, jika dilakukan pengucuran dana, pasti akan merugi. ”Uang Bank Indonesia yang dikucurkan nanti tidak bisa 100 persen kembali. Siapa yang nanti akan bertanggung jawab atas kerugian negara itu?”
Menurut Yudhi, harus dilihat apakah suntikan dana itu untuk meng¬atasi masalah likuiditas jangka pendek atau panjang. Yang pasti, dalam ¬kondisi sekarang, pemberian pinjaman justru akan memperburuk neraca Indover. Skenario yang paling aman adalah penambahan modal langsung. Masalahnya bukan hanya itu. Sumber Tempo yang lain mengatakan Indover tidak transparan soal berapa dana pihak ketiga yang terlibat, bank mana saja di Indonesia yang terlibat, dan berapa liability yang bermasalah. Bila semuanya gamblang, baru bicara soal efektivitas suntikan Rp 7 triliun itu. ”Itu jumlah yang tak sedikit. Penangan¬annya memang harus cepat, tapi tidak berarti tanpa akuntabilitas,” katanya. Harus dicatat, ia menambahkan, tidak semua bank terkena imbas krisis global. Banyak bank konservatif yang selamat dan hanya merugi sedikit.
Retno Sulistyowati, R.R. Ariyani, Agung Sedayu
KAlau pangkas rambut c bisa, lau ni mah kagak :d
lihat dulu sejarah uang di http://rencanakeluarga.blogspot.com/search?updated-max=2010-07-13T09%3A17%3A00%2B07%3A00&max-results=1
The above thought is smart and doesn’t require any further addition. It’s perfect thought from my side.