KONTRIBUSI RP 200 TRILIUN, Migas Masih Jadi Andalan Penerimaan APBN

JAKARTA, Investor Daily-Sektor migas masih menjadi andalan bagi penerimaan APBN kendati produksi minyak nasional selang 12 tahun terakhir cenderung turun. Sumbangan sektor migas mencapai Rp 200 triliun atau sekitar 20-30% dari seluruh penerimaan APBN. Staf khusus Menteri ESDM Rachmat Sudibyo mengatakan, penurunan produksi minyak yang terjadi disebabkan faktor teknis dan nonteknis. Secara teknis penurunan produksi minyak berlangsung alami dan nonteknis seperti masalah pembebasan dan tumpang tindih lahan. “Percepatan produksi Blok Cepu juga tertunda karena faktor nonteknis yakni ada masalah dalam pembebasan lahannya,” katanya saat berbicara pada seminar “Mencermati Peningkatan Produksi Migas dan Kenaikan Harga BBM” di Jakarta, Rabu (21/5). Pembicara lain pada seminar tersebut Wakil Dirut Pertamina Iin Arifin Takhyan, Gubernur OPEC untuk Indonesia Maizar Rahman, Wakil Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Abdul Muin, dan Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartarto. Rahmat yang juga anggota Tim Percepatan Produksi Migas Departemen ESDM mengungkapkan, tingkat produksi terhadap cadangan minyak Indonesia juga sudah cukup tinggi, yaitu mencapai 37%. Dari cadangan yang ditemukan sebesar 69 miliar barel, sebanyak 23 miliar barel di antaranya sudah diproduksikan. Cadangan terbukti minyak Indonesia sekitar 27 miliar barel atau 39% dari total cadangan 69 miliar barel.Wakil Kepala BP Migas Abdul Muin mengakui, secara siklus, produksi minyak Indonesia menurun setelah mencapai puncaknya pada tahun 1995. “Namun, kami telah upayakan menahan laju penurunan produksi dengan investasi lebih tinggi lagi," katanya. Menurut dia, sekarang ini, kegiatan eksplorasi migas juga meningkat, namun hasilnya baru terlihat pada beberapa tahun mendatang. Ia menambahkan, peningkatan kegiatan eksplorasi juga memperbaiki iklim investasi secara menyeluruh. Muin juga mengatakan, pemerintah sudah optimal melakukan upaya peningkatan produksi minyak. "Sekitar 45% dari produksi minyak sekarang ini adalah hasil upaya peningkatan yang dilakukan," katanya. Maizar menilai, turunnya suplai migas domestik mulai memasuki ambang kritis sejak 1995 kemudian berlanjut pada 1998. Saat itu, kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan investor asing berinvestasi di sektor migas di Indonesia. Di sisi lain, permintaan atau konsumsi terus mengalami peningkatan. Menurut Maizar, sejak 2005, Indonesia telah kekurangan produksi upstream dan down stream. Wakil Dirut Pertamina Iin Arifin Takhyan mengatakan, Indonesia masih diuntungkan dengan kenaikan harga minyak. Hanya saja, karena masih harus dibagi ke daerah dan masih dikurangi lagi dengan subsidi, APBN menjadi tekor. Karena itu, Iin menyayangkan, pendapat atau sikap sebagian kalangan yang selalu menyalahkan sektor migas. “Kesalahan bukan karena sektor migas, tapi karena adanya subsidi, padahal subsidi BBM hanya dinikmati orang kaya saja,” ujarnya. Ia mencontohkan, dengan harga premium internasional sekarang ini Rp 12.000 per liter, pemilik kendaraan yang memakai premium menikmati subsidi Rp 7.500 per liter. “Kalau dia menghabiskan 10 liter per hari, setiap hari, subsidi yang dibayarkan negara mencapai Rp 75.000 per hari,” katanya. Sementara itu, Ketua Komisi VII Airlangga menilai, pemerintah tidak percaya diri untuk meningkatkan lifting minyak. APBN P 2008 menetapkan lifting minyak sebanyak 927.000 barel per hari (bph). “Padahal kami di Komisi VII DPR berani menargetkan 960 ribu bph,” katanya. (her/pya)

Posted in Labels: , |

0 comments:

Yahoo! Web Hosting - Build a great web site with our easy-to-use tools Your Ad Here

Online Payment

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.